Fashion Brand Season Sale
Fashion Brand Season Sale
Home
»
Ulasan
»
Detail Berita


Pembagunan Smelter Nikel Dorong Industrialisasi dan Pertumbuhan Ekonomi

Foto: Salah satu smelter nikel di Maluku Utara.
Pasang Iklan
Oleh : Joko Yuwono

Jakarta, Wartatambang.com — Nikel adalah logam transisi berwarna perak keabu-abuan yang terkenal karena ketahanannya terhadap korosi, kekuatan, dan kemampuannya membentuk paduan dengan logam lain.

Logam ini menjadi tulang punggung berbagai industri, terutama untuk produksi stainless steel yang menyumbang sekitar 70% penggunaan nikel global, serta baterai kendaraan listrik (EV) yang permintaannya melonjak seiring transisi menuju energi terbarukan.

Indonesia, dengan cadangan nikel terbesar di dunia mencapai 22% dari total global atau sekitar 21 juta ton (USGS 2024), memiliki potensi luar biasa untuk mendominasi pasar nikel dunia.

Melalui pembangunan smelter, Indonesia mengolah bijih ini menjadi produk bernilai tinggi, seperti nickel pig iron (NPI), feronikel, dan bahan baku baterai seperti mixed hydroxide precipitate (MHP) dan nikel sulfat. Proses ini meningkatkan nilai tambah ekonomi hingga 14 sampai 19 kali lipat, seperti dari bijih nikel menjadi feronikel atau stainless steel.

Smelter juga bertujuan untuk meningkatkan devisa negara melalui ekspor produk olahan, yang pada 2024 mencapai US$10,1 miliar, serta memperkuat posisi Indonesia di pasar global sebagai pemasok utama nikel olahan, terutama untuk industri baterai EV.

Berbagai perusahaan besar, baik domestik maupun asing, mengelola smelter nikel dengan investasi total mencapai lebih dari US$25 miliar hingga 2025.

Di Sulawesi Tengah, Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) yang dikelola oleh PT Sulawesi Mining Investment dan Tsingshan Holding Group mengoperasikan 28 smelter menghasilkan NPI dan feronikel dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun.

Sedangkan PT Indonesia Tsingshan Stainless Steel mengolah 800.000 ton bijih nikel per tahun, meningkatkan nilai ekspor sebesar US$2,5 miliar ke China, Jepang dan Korea Selatan.

PT QMB New Energy Materials memproduksi 50.000 ton MHP per tahun untuk baterai EV, diekspor ke perusahaan seperti Ford Motor dan Tesla, menyumbang US$10 miliar untuk devisa pada 2024.

Di Maluku Utara, Weda Bay Industrial Park (IWIP) menjadi pusat pengolahan nikel terbesar di Asia. Kawasan industri yang dikelola PT Indonesia Weda Bay Industrial Park bersama Eramet dari Prancis dan Tsingshan ini memiliki 18 smelter dengan total produksi 1,8 juta ton feronikel dan nikel matte per tahun.

Di Konawe, Sulawesi Tenggara, PT Gunbuster Nickel Industry (GNI) mengoperasikan smelter dengan investasi US$1 miliar, menghasilkan 150.000 ton feronikel dan NPI per tahun.

Diproyeksikan smelter ini akan menyumbang ekspor US$800 juta ke China dan India, dan menyerap kurang lebih 5.000 pekerja lokal yang sebelumnya bekerja di sektor informal.

PT Made By Good Group, bekerja sama dengan investor dari Korea Selatan, sedang membangun smelter di Konawe Utara dengan investasi Rp 76 triliun, menargetkan produksi 200.000 ton feronikel dan MHP per tahun mulai 2026.

Tidak ketinggalan, di Pulau Obi, Maluku Utara, PT Halmahera Persada Lygend mengoperasikan smelter HPAL memproduksi sekitar 100.000 ton MHP per tahun sejak 2021 dan diekspor ke CATL dan Tesla menyumbang US$1,8 miliar pada 2024.

Smelter nikel lainnya berlokasi di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, dikelola oleh PT Huayou Indonesia memproduksi 120.000 ton nikel sulfat dan kobalt sulfat per tahun untuk baterai EV. Ekspor smelter ini mencapai US$500 juta pada 2024, dengan pasar utama di Korea Selatan dan Jepang.

PT Vale Indonesia, bekerja sama dengan Zhejiang Huayou Cobalt, juga mengoperasikan smelter HPAL di Pomalaa, Sulawesi Tenggara, dengan total investasi mencapai US$600-700 juta. Smelter direncanakan menghasilkan 120.000 ton MHP per tahun yang akan diekspor ke Ford Motor dengan nilai US$1 miliar.

Proyek lain seperti smelter PT Merdeka Copper Gold di Sulawesi Selatan dengan nilai investasi Rp 15 triliun dan PT Kalimantan Ferro Industry di Kalimantan Timur dengan nilai investasi Rp 30 triliun, menambah kapasitas nasional.

Keberadaan smelter-smelter tersebut semakin mengukuhkan posisi Indonesia sebagai produsen 40% pasar nikel olahan dunia, mendorong naiknya harga nikel global dari US$15.000 per ton pada 2020 menjadi US$20.500 pada 2025.

Indonesia juga menjadi pemasok strategis bahan baku baterai EV, dengan kontrak miliaran dolar dari perusahaan end-user seperti CATL, Hyundai, dan BASF.

Prospek masa depan smelter nikel sangat cerah, dengan rencana ekspansi HPAL di IWIP dan Konawe Utara yang akan meningkatkan kapasitas MHP hingga 300.000 ton per tahun pada 2026.

Di Kendal, Jawa Tengah, klaster industri baterai memproduksi anoda baterai, menargetkan pasar EV senilai US$2 miliar. Dengan total kapasitas smelter nikel diproyeksikan mencapai 3 juta ton per tahun pada 2030, dan investasi tambahan US$20 miliar, smelter nikel terus menjadi mesin kemakmuran.

Hingga 2024, total ekspor nikel olahan mencapai US$10,1 miliar, melonjak dari US$1 miliar pada 2017 dan secara nasional menyerap ratusan ribu tenaga kerja di seluruh smelter nikel yang ada di Indonesia.

Di tingkat lokal, smelter ini merangsang pertumbuhan ekonomi daerah dengan membangun ekosistem industri yang mendukung infrastruktur dan mampu menghidupkan perekonomian lokal melalui pemberdayaan usaha kecil dan menengah di sekitar kawasan smelter.

Keberadaan smelter nikel adalah cerminan keberhasilan transformasi industri nasional sebagai implementasi dari visi besar bangsa Indonesia sebagai kekuatan ekonomi yang mandiri dan berpengaruh, sekaligus sebagai pondasi yang kuat menuju Indonesia Emas 2045. (*)

Halaman :

Berikan Penilaian untuk Artikel Ini

Kata Kunci : Melalui pembangunan smelter, Indonesia mengolah bijih ini menjadi produk bernilai tinggi, seperti nickel pig iron (NPI), feronikel, dan bahan baku baterai seperti mixed hydroxide precipitate (MHP) dan

Sorotan


Teknologi Oil Separator, Solusi Ramah Lingkungan untuk Pengolahan Limbah Industri Tambang

Teknologi

Ketegangan Global Dikhawatirkan Meningkat Terkait Mineral Tanah Jarang (REE)

Internasional

Imbas Pembatasan Kuota Produksi, Harga Nikel Diprediksi Naik Signifikan Tahun Ini

Liputan Khusus

Menimbang Untung-Rugi Rencana Indonesia Membeli Minyak Mentah dari Rusia

Minyak dan Gas

Presiden Prabowo Tunjuk Menteri ESDM Bahlil Lahadalia Sebagai Ketua Satgas Hilirisasi

Nasional

Pasang Iklan

Pilihan Redaksi

Ironi Ketahanan Energi, Ini Alasan Indonesia Mengimpor Minyak dari Singapura

Ulasan

Energi Panas Bumi Jadi Andalan Bauran EBT Hingga Akhir 2024

Energi

Tambang Batubara di Afghanistan Runtuh, Beberapa Orang Terjebak

Internasional

WALHI Sumbar Sebut Ada Dugaan Aliran Dana Tambang Ilegal 600 Juta Per Bulan Kepada Aparat

Nasional

Bekas Tambang Grasberg Dalam Proses Reklamasi, Berapa Dananya?

Lingkungan

Pasang Iklan

Baca Juga

Pemerintah Akan Dorong Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Swasembada Energi

Energi

Ada Dugaan Pelanggaran HAM Dibalik Aktivitas Tambang di Musi Banyuasin, Berikut Kronologinya

Nasional

Di Tengah Gencarnya Transisi Energi, Mengapa Indonesia Masih Pakai Batubara?

Energi

Indonesia dan Kanada Jalin Kerjasama Sektor Mineral Kritis dan Transisi Energi

Nasional

Harga Komoditas Produk Pertambangan Turun Jelang Pergantian Tahun, Mengapa?

Nasional

Pasang Iklan

Berita Lainnya

China Temukan Cadangan Emas Raksasa Berkualitas Tinggi

Internasional

Bahlil Akui Indonesia Masih Impor Nikel Meski Punya Cadangan Terbesar di Dunia, Ada Apa?

Nasional

Kasus Polisi Tembak Polisi Diduga Akibat Lindungi Tambang Ilegal, Penegakan Hukum Harus Transparan

Nasional

Indonesia dan Uni Emirat Arab Sepakati Kerjasama Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral

Nasional

Pemerintah Akan Pangkas Izin Sektor Energi Panas Bumi Jadi 5 Hari

Energi

Pasang Iklan