Indonesia, dengan cadangan tembaga sekitar 24 juta ton atau 3,7% dari total global, menempati posisi keempat sebagai pemilik cadangan tembaga dunia.
Pada era pemerintahan sebelumnya, tembaga diekspor dalam bentuk konsentrat mentah dengan nilai sangat rendah, sehingga keuntungan pengolahan lebih banyak mengalir ke negara lain seperti Korea Selatan dan Jepang.
Melalui pembangunan smelter tembaga, saat ini Indonesia mengolah konsentrat menjadi produk bernilai tinggi, antara lain katoda tembaga, wire rod, dan produk sampingan seperti emas, perak, dan asam sulfat, menghasilkan manfaat ekonomi yang signifikan.
Pembangunan smelter tembaga bertujuan untuk mewujudkan hilirisasi industri dengan mengolah konsentrat tembaga mentah menjadi produk jadi atau setengah jadi di dalam negeri.
Proses ini meningkatkan nilai tambah hingga 10 kali lipat, seperti dari konsentrat menjadi katoda tembaga, yang digunakan untuk kabel listrik dan komponen baterai.
Tujuan lainnya dari hilirisasi adalah menciptakan lapangan kerja dalam jumlah besar, baik langsung maupun tidak langsung, antara lain seperti logistik, konstruksi, akomodasi, sektor usaha kecil dan menengah sebagai pendukung kegiatan di lapangan.
Smelter tembaga juga berperan meningkatkan devisa negara melalui ekspor produk olahan, yang pada 2024 mencapai US$3,8 miliar, serta memperkuat posisi Indonesia di pasar global sebagai pemasok strategis untuk industri teknologi dan energi terbarukan.
Berbagai perusahaan besar, baik domestik maupun asing, mengelola smelter tembaga dengan investasi total mencapai lebih dari US$5 miliar hingga 2025.
Di Kabupaten Gresik, PT Freeport Indonesia mengoperasikan smelter tembaga terbesar di dunia yang berlokasi di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE).
Beroperasi sejak Mei 2024, smelter ini memiliki kapasitas pengolahan 1,7 juta ton konsentrat tembaga per tahun, menghasilkan 600.000 ton katoda tembaga, 50 ton emas, dan 200 ton perak.
Dengan investasi sekitar US$3,7 miliar, smelter PT Freeport Indonesia menyumbang ekspor senilai US$3,8 miliar pada 2024, dengan katoda tembaga diekspor ke Jepang untuk kabel Shinkansen dan ke Korea Selatan untuk baterai lithium-ion.
Smelter ini menyerap 6.000 pekerja tetap dan 12.000 pekerja selama masa konstruksi, mengubah kehidupan warga lokal melalui program pelatihan tenaga kerja terampil sebagai operator flash smelting.
Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur meningkat hingga mencapai 7,2% pada 2024, didorong oleh aktivitas smelter dan industri turunannya seperti PT Kabelindo Murni, yang memproduksi kabel tembaga untuk pasar domestik dan ekspor.
Smelter tembaga kedua terbesar di Indonesia berlokasi di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, dioperasikan oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) yang mulai berproduksi pada 2024 dengan nilai investasi US$900 juta.
Smelter AMNT memiliki kapasitas pengolahan 900.000 ton konsentrat tembaga per tahun, menghasilkan 220.000 ton katoda tembaga dan produk sampingan seperti asam sulfat untuk pupuk dan slag untuk bahan konstruksi.
Smelter ini juga menyumbang ekspor senilai US$1,8 miliar pada 2025, dengan pasar utama di Asia dan Eropa, menyerap 4.000 pekerja lokal yang sebelumnya bergantung pada pertanian dan perikanan.
Perusahaan lain, seperti PT Merdeka Copper Gold, merencanakan smelter tembaga di Sulawesi Selatan dengan investasi Rp 15 triliun, menargetkan operasi pada 2026.
Smelter ini memiliki kapasitas pengolahan 300.000 ton konsentrat per tahun dengan produk katoda tembaga dan produk sampingan untuk pasar domestik maupun ekspor, diproyeksikan menyerap 2.500 pekerja dan menyumbang US$600 juta untuk ekspor tahunan.
Total investasi di sektor smelter tembaga setidaknya mencapai US$5,1 miliar, dengan proyeksi tambahan US$2 miliar hingga 2030. Insentif seperti keringanan pajak dan kemudahan perizinan telah menarik investor, termasuk perusahaan asing yang membawa teknologi canggih seperti flash smelting untuk meningkatkan efisiensi.
Dampak perekonomian dari pembangunan smelter tembaga dirasakan sangat signifikan. Ekspor tembaga olahan melonjak dari US$1,8 miliar pada 2019 menjadi sekitar US$3,8 miliar pada 2024, dengan proyeksi mencapai sekitar US$8 miliar pada 2025. Setidaknya lebih dari 20.000 lapangan kerja tercipta, dengan ratusan ribu tidak langsung melalui industri pendukung.
Keberadaan smelter juga memperkuat neraca perdagangan Indonesia, dengan surplus tembaga mencapai US$3 miliar pada 2024, mendukung stabilitas rupiah dan pembiayaan pembangunan nasional.
Di pasar global, smelter tembaga telah mengubah posisi Indonesia dari sebelumnya sebagai negara pengekspor konsentrat mentah menjadi pemasok strategis produk olahan.
Dengan permintaan tembaga global diproyeksikan meningkat 20% hingga 2030 seiring transisi energi, Indonesia memenuhi kebutuhan industri teknologi dan energi terbarukan.
Katoda tembaga dari Gresik dan Sumbawa diekspor ke pasar utama, mendukung produksi kabel listrik dan baterai EV. Harga tembaga global naik dari US$6.000 per ton pada 2020 menjadi US$9.500 pada 2025, dan Indonesia kini memiliki daya tawar lebih besar dalam negosiasi perdagangan.
Kepemilikan mayoritas Freeport oleh Indonesia melalui MIND ID juga memperkuat kedaulatan ekonomi, untuk memastikan keuntungan tetap berada di dalam negeri.
Prospek masa depan smelter tembaga sangat menjanjikan. Rencana pengembangan klaster industri tembaga di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat akan menghasilkan produk downstream seperti copper foil untuk baterai EV, dengan smelter baru di Batam direncanakan beroperasi pada 2026.
Smelter Freeport di Gresik akan diperluas untuk memproduksi wire rod dengan kapasitas produksi 100.000 ton per tahun menargetkan pasar domestik untuk infrastruktur listrik.
AMNT juga merencanakan diversifikasi produk tembaga anoda untuk industri elektronik, dengan total kapasitas pengolahan diproyeksikan mencapai 2,5 juta ton konsentrat per tahun pada 2030, Indonesia akan terus memperkuat posisinya sebagai pusat pengolahan tembaga global.
Smelter tembaga telah menjadi pilar transformasi ekonomi Indonesia, dengan mengubah konsentrat mentah menjadi produk bernilai tinggi yang mendongkrak devisa dan menciptakan lapangan kerja.
Di Gresik, smelter Freeport mampu mendorong pertumbuhan UMKM sektor jasa dan logistik, sementara di Sumbawa, smelter AMNT telah meningkatkan daya beli masyarakat lokal.
Harus diakui bahwa pembangunan sejumlah smelter tembaga turut menghidupkan perekonomian daerah, melalui pertumbuhan UMKM, infrastruktur, dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Investasi miliaran dolar dan teknologi canggih telah menarik perhatian dunia, menempatkan Indonesia sebagai pemain kunci dalam rantai pasok tembaga global.
Dengan ekspor yang melonjak, lapangan kerja yang melimpah, dan posisi strategis di pasar internasional, smelter tembaga adalah bukti nyata kemajuan industri Indonesia, mewujudkan visi kemakmuran yang mandiri dan disegani dunia. (*)
Kata Kunci : Smelter tembaga mengolah konsentrat menjadi produk bernilai tinggi, antara lain katoda tembaga, wire rod, dan produk sampingan seperti emas, perak, dan asam sulfat, menghasilkan manfaat ekonomi yang s
10 Jul 2025, 19:17 WIB
03 Jul 2025, 14:31 WIB
Teknologi
30 Mei 2025, 0:30 WIB
Internasional
24 Feb 2025, 0:22 WIB
Liputan Khusus
13 Jan 2025, 15:49 WIB
Minyak dan Gas
12 Jan 2025, 23:31 WIB
Nasional
10 Jan 2025, 19:16 WIB
Ulasan
18 Des 2024, 13:38 WIB
Energi
18 Des 2024, 10:16 WIB
Internasional
16 Des 2024, 12:58 WIB
Nasional
13 Des 2024, 10:28 WIB
Lingkungan
12 Des 2024, 10:49 WIB
Energi
11 Des 2024, 11:12 WIB
Nasional
09 Des 2024, 13:08 WIB
Energi
05 Des 2024, 10:41 WIB
Nasional
04 Des 2024, 10:54 WIB
Nasional
03 Des 2024, 12:23 WIB
Internasional
02 Des 2024, 13:56 WIB
Nasional
26 Nov 2024, 10:29 WIB
Nasional
25 Nov 2024, 13:23 WIB
Nasional
25 Nov 2024, 10:11 WIB
Energi
21 Nov 2024, 10:24 WIB